ndonesia adalah gudangnya gamer. Anak-anak sampai dengan
orang tua pun suka game guys. Engkong ane aja mainanya DotA lho. Hihihi.. :)
Dengan banyaknya para gamer sudah tentu nilai bisnisnya sangat menguntungkan
bagi industri game online. Tapi jangan salah guys bukan berarti dengan
banyaknya gamer dan angka pendapatan yang ratusan juta dollar, industri game
online gag punya kendala dalam persebarannya.
Seperti yang mungkin sudah diketahui,
judul-judul game online di Indonesia hingga saat
ini masih banyak didominasi oleh publisher asal luar negeri.
Tak perlu disebut satu per satu, namun beberapa game populer
di Asia Tenggara memang berasal dari sana. Banyaknya game asing
yang mendominasi pasar dan melihat ranah online mengajak
banyak pengguna untuk berkumpul di dalamnya, dan kendala konten yang juga asing
dinilai menjadi salah satu kendala yang mungkin saja kerap ditemui oleh
banyak publisher untuk masuk ke dalam pasar Asia Tenggara, khususnya
Indonesia.
Seperti pada artikel yang dirilis
Reuters tanggal
10/2, bagi banyak publishergame online dunia, menghadirkan
konten lokal pada pasar Asia Tenggara merupakan tantangan tersendiri yang
“wajib” diadaptasi demi memuluskan perkembangan pasar. Dalam artikel tersebut,
ditemukan sebuah fakta yang menyatakan banyak game publisher yang
secara insiatif mulai mengadaptasi situasi di pasar Asia Tenggara untuk
melokalkan konten-konten di dalam gameterbitannya, seperti
penggunaan bahasa, selera pasar, hingga adaptasi perangkat mobile di
pasar Asia Tenggara.
Umumnya, lokalisasi konten yang
dilakukan berupa penyesuaian konten bahasa baik itu teks hingga dialog dalam
game yang “terpaksa” harus di-dub (alih suara). Selain itu
penyesuaian gambaran karakter dalam game juga tak ketinggalan
dilokalkan agar dapat diterima dengan baik di pasaran.
“Dengan melokalkan konten game membuat
pengguna untuk lebih mudah membentuk suatu komunitas, setelah itu pengguna akan
dapat dengan mudah berinteraksi dengan sesamanya,” ujar salah satu pemain dalam
pemberitaan Reuters.
Dari lokalisasi konten yang
dilakukan, fokus pada penyesuaian bahasa dianggap menjadi salah satu yang
terpenting. Diungkapkan, pada pasar Asia Tenggara, negara-negara seperti
Thailand dan Vietnam cenderung lebih menyukai orientasi bahasa pada aksara
Cina, begitu juga dengan pasar Filipina, pengguna cenderung lebih nyaman dengan
penggunaan bahasa Inggris yang notabene jauh lebih global. Nah,
bagaimana dengan Indonesia?
“Indonesia merupakan pasar yang
sangat rumit, mereka memiliki kultur yang beragam sehingga penyesuaian yang
dilakukan akan sangat sulit untuk memahami pasar yang beragam seperti itu,”
ungkap David Ng yang merupakanChief Executive dari Gumi Asia
– game publisher asal Singapura.
Selain masalah penyesuaian bahasa,
tantangan akan penyesuaian perangkatmobile juga menjadi fokus
penyesuaian yang harus dilakukan oleh banyak pengembang game online luar.
Bagi para pengembang, produk yang dihadirkan secara multi-platform di
banyak sistem operasi populer merupakan suatu keharusan jika ingin
“memenangkan” pasar Asia Tenggara.
Tak selesai sampai situ saja,
penyesuaian terhadap koneksi internet di Asia Tenggara – terutama di Indonesia
yang dikenal masih di bawah rata-rata, juga dianggap wajib diperhatikan oleh
banyak pengembang. Dengan begini, penyesuaian terhadap konten iklan yang banyak
menyedot bandwidth setidaknya harus agak dikurangi agar pemain
di pasar ini tetap dapat menikmati gamedengan nyaman.
Penyesuaian kultur yang menghasilkan
sebuah konten lokal memang merupakan suatu hal yang cukup penting dilakukan
untuk pelebaran jangkauan bisnis, terlebih pada banyak perusahaan teknologi
mulai dari pemain besar hingga pelaku startup sekalipun. Jika
tak begitu, maka tak mungkin jika dalam hal ini industri game online
di kawasan Asia Tenggara beberapa tahun belakangan ini terus meningkatkan
pendapatan bisnis.
Kembali seperti yang diberitakan
Reuters, pada 2012 lalu saja sebanyak 85 jutagamer di Asia Tenggara
menyumbang pendapatan sebesar US$ 661 juta. Sedangkan pada pasar Indonesia, di
tahun 2012 mencetak angka pendapatan sebesar US$ 88.1 juta dan pada 2013
lalu meningkat hampir lebih dari dua kali lipat yakni US$ 190 juta.
Bagi pemain industri lokal, hal ini
tentu saja seharusnya dapat menjadi pemicu bagi produk-produk yang
dikembangkannya. Industri ini sudah seharusnya dan sewajarnya mampu
menghadirkan konten lokal dengan jauh lebih baik ketimbang pemain asing.
0 komentar:
Posting Komentar