Teknologi
telekomunikasi semakin berkembang. Kebutuhan akan akses internet yang
cepat, stabil dan murah sudah menjadi syarat mutlak bagi provider
ataupun ISP untuk unjuk diri dalam kancah persaingan. Untuk
mengatasi hal itu para penyedia jasa internet biasanya mengajak kerja
sama mitra yang pada intinya akan memperingan kerja dan mesukseskan
bisnisnya.
Tapi kadang ketika
kemitraan atau kerja sama itu tidak dimanage ataupun didasari dengan
peraturan yang kuat, akan menjadi bumerang bagi kedua perusahaan, atau
bahkan bisa menjadi ancaman badi perusahaan lain terkait regulasi dan
lain-lain. Nah temen-temen udah tahu belum kerjasama antara Indosat dan
IM2 yang sempat menjadi trending topic di dunia telekomunikasi??
Intinya kerjasama ini
terjalin guna menghadirkan produk atau layanan unggulan. Indosat sebagai
induk perusahaan atau pemilik jaringan dan IM2 adalah anak perusahaan
sebagai penyedia jasa. Kerjasama ini sejatinya adalah untuk menhadirkan
layanan segmen konsumen seperti akses data lewat modem dongle.
Banyak perusahaan di industri ini yang menjalin kerja sama serupa. Putusan seperti ini bisa menjadi referensi di masa depan bahwa kerja sama seperti ini adalah “ilegal” dan mengancam kelangsungan industri telekomunikasi dan Internet itu sendiri.
IM2 sempat berhenti beroperasi karena terganjal tuduhan
tindak pidana korupsi karena penyalahgunaan frekuensi 3G di 2,1 GHz.
Direktur Utama IM2, Indar Atmanto, sempat mengajukan peninjauan kembali
(PK) atas kasus yang menimpanya, namun ditolak. Indar menuai banyak
dukungan dari berbagai pihak, mulai
dari 16 Asosiasi Telematika Indonesia, Asosiasi Mahasiswa Pengguna
Internet, dan pihak-pihak lainnya. Bahkan, Menteri Komunikasi dan
Informatika, Rudiantara, juga turut
angkat bicara. Setelah PK Indar Atmanto ditolak Mahkamah Agung beberapa
waktu lalu, kini Indar Atmanto melakukan upaya luar biasa dengan
mengajukan PK ke MA untuk kali kedua.
Demi menghindari terjadinya kasus IM2, Menteri Komunikasi dan Informasi
(Menkominfo) Rudiantara, mengajukan revisi PP Nomor 52 Tahun 2000, agar
dapat memayungi implementasi network sharing.
Network sharing memang dinilai dapat meningkatkan efisiensi biaya jika dilihat dari sisi bisnis, dan mempercepat pemerataan broadband. Pun jika ada opsi lain, pemerintah hanya menginginkan konsolidasi.
Network sharing memang dinilai dapat meningkatkan efisiensi biaya jika dilihat dari sisi bisnis, dan mempercepat pemerataan broadband. Pun jika ada opsi lain, pemerintah hanya menginginkan konsolidasi.
Rudiantara
juga sudah mengirim surat revisi PP pada akhir Desember 2015 lalu ke
Sekretariat Negara. Ada beberapa pasal berkaitan dengan teknis yang akan
direvisi pada PP
tersebut. Intinya, revisi ini berkaitan dengan kepastian hukum TIK,
terutama industri penyedia jasa internet.
"Kita buka ruang apakah dalam bentuk RAN sharing (MORAN) atau spectrum sharing (MOCN). Nanti juga ada PP khusus untuk active network sharing,"tambah Rudiantara.
"Kita buka ruang apakah dalam bentuk RAN sharing (MORAN) atau spectrum sharing (MOCN). Nanti juga ada PP khusus untuk active network sharing,"tambah Rudiantara.
Kepastian hukum adalah hal penting untuk mendukung ekosistem suatu
industri, termasuk industri teknologi. Kegagalan memberikan kenyamanan
soal hal ini membuat pelaku industri, termasuk investor, makin enggan
berkiprah lebih jauh dan malah merugikan bagi perkembangan ekosistem itu
sendiri. Pemerintah dan para penegak hukum harus memahami setiap
konsekuensi yang bisa terjadi untuk setiap peraturan atau putusan hukum
yang berlaku.
Jadi begitu guys dalam
kerjasama maupun melakukan kemitraan harus sadar atau dipayungi dengan
hukum yang jelas. pemerintah juga sebagai induknya harus menetapkan
peraturan yang jelas untuk para pemain dunia internet dan telekomunikasi
agar internet di indonesia semakin maju.
0 komentar:
Posting Komentar