Selasa, 12 April 2016

#149 Konflik Indosat dengan Kaskus

Teknologi telekomunikasi semakin berkembang. Kebutuhan akan akses internet yang cepat, stabil dan murah sudah menjadi syarat mutlak bagi provider ataupun ISP untuk unjuk diri dalam kancah persaingan. Untuk mengatasi hal itu para penyedia jasa internet biasanya mengajak kerja sama mitra yang pada intinya akan memperingan kerja dan mesukseskan bisnisnya. 


Tapi kadang ketika kemitraan atau kerja sama itu tidak dimanage ataupun didasari dengan peraturan yang kuat, akan menjadi bumerang bagi kedua perusahaan, atau bahkan bisa menjadi ancaman badi perusahaan lain terkait regulasi dan lain-lain. Nah temen-temen udah tahu belum kerjasama antara Indosat dan IM2 yang sempat menjadi trending topic di dunia telekomunikasi??

Intinya kerjasama ini terjalin guna menghadirkan produk atau layanan unggulan. Indosat sebagai induk perusahaan atau pemilik jaringan dan IM2 adalah anak perusahaan sebagai penyedia jasa. Kerjasama ini sejatinya adalah untuk menhadirkan layanan segmen konsumen seperti akses data lewat modem dongle. 

Banyak perusahaan di industri ini yang menjalin kerja sama serupa. Putusan seperti ini bisa menjadi referensi di masa depan bahwa kerja sama seperti ini adalah “ilegal” dan mengancam kelangsungan industri telekomunikasi dan Internet itu sendiri.

IM2 sempat berhenti beroperasi karena terganjal tuduhan tindak pidana korupsi karena penyalahgunaan frekuensi 3G di 2,1 GHz. Direktur Utama IM2, Indar Atmanto, sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus yang menimpanya, namun ditolak. Indar menuai banyak dukungan dari berbagai pihak, mulai dari 16 Asosiasi Telematika Indonesia, Asosiasi Mahasiswa Pengguna Internet, dan pihak-pihak lainnya. Bahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, juga turut angkat bicara. Setelah PK Indar Atmanto ditolak Mahkamah Agung beberapa waktu lalu, kini Indar Atmanto melakukan upaya luar biasa dengan mengajukan PK ke MA untuk kali kedua.


Demi menghindari terjadinya kasus IM2, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara, mengajukan revisi PP Nomor 52 Tahun 2000, agar dapat memayungi implementasi network sharing.

Network sharing memang dinilai dapat meningkatkan efisiensi biaya jika dilihat dari sisi bisnis, dan mempercepat pemerataan broadband. Pun jika ada opsi lain, pemerintah hanya menginginkan konsolidasi.

Rudiantara juga sudah mengirim surat revisi PP pada akhir Desember 2015 lalu ke Sekretariat Negara. Ada beberapa pasal berkaitan dengan teknis yang akan direvisi pada PP tersebut. Intinya, revisi ini berkaitan dengan kepastian hukum TIK, terutama industri penyedia jasa internet.

"Kita buka ruang apakah dalam bentuk RAN sharing (MORAN) atau spectrum sharing (MOCN). Nanti juga ada PP khusus untuk active network sharing,"tambah Rudiantara.

Kepastian hukum adalah hal penting untuk mendukung ekosistem suatu industri, termasuk industri teknologi. Kegagalan memberikan kenyamanan soal hal ini membuat pelaku industri, termasuk investor, makin enggan berkiprah lebih jauh dan malah merugikan bagi perkembangan ekosistem itu sendiri. Pemerintah dan para penegak hukum harus memahami setiap konsekuensi yang bisa terjadi untuk setiap peraturan atau putusan hukum yang berlaku.

Jadi begitu guys dalam kerjasama maupun melakukan kemitraan harus sadar atau dipayungi dengan hukum yang jelas. pemerintah juga sebagai induknya harus menetapkan peraturan yang jelas untuk para pemain dunia internet dan telekomunikasi agar internet di indonesia semakin maju.

0 komentar:

Posting Komentar